POLITIK DAGANG SAPI
Hartoni.com - Bisa dipastikan tiap kali ada dukung mendukung calon, selalu saja mengemuka istilah "politik dagang sapi" mulai dari elit negara sampai daerah, bahkan sudah merambah ke desa. Tapi tahukah mereka sebetulnya apa arti dan esensi serta dari mana asal muasal istilah dagang sapi tersebut ? Penulis yakin tidak banyak yang tau, oleh sebab itu sebagai pencerahan dan sebagai penghargaan kepada budaya dan masyarakat yang punya istilah maka bersama ini penulis ingin menjelaskanmnya sebagai berikut .
Istilah politik dagang sapi sebenarnya bersumber dari budaya praktek etika dagang sapi (dagang ternak) yang khas dan unik yang dmiliki masyarakat Minang khususnya masyarakat Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota Sumatera Barat. Mengingat sapi atau ternak adalah makhluk hidup maka menurut adat haruslah diperlakukan secara khusus dan beretika apalagi dalam memperdagangkannya. Praktek tehnis dagang atau jual beli sapi atau ternak yang berjalan disana sejak jaman dahulu mumpunyai keunikan tersendiri yang tidak dijumpai di daerah lain dimana jual beli dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia dengan tidak menggunakan bahasa verbal tapi dengan menggunakan bahasa isyarat antara penjual dan pembeli agar tidak diketahui dan tidak didengar oleh calon pembeli lain maupun oleh sapinya sendiri hee hee, mengingat menurut orang minang tidaklah elok memperdagangkan makhluk hidup secara terang-terangan disamping juga untuk menegakkan etika tawar menawar dalam berdagang. Tehnis kerahasiaan tawar menawar harga setelah sapi diperiksa biasanya dilakukan dibawah pohon yang rindang dipasar ternak secara isyarat dengan berpegangan tangan dan jari jemari (barosok) antara penjual dan pembeli yang kedua tangan yang berpegangan tersebut ditutupi dengan kain sarung yang biasanya selalu disiapkan/dibawa oleh pedagang agar tidak kelihatan sehingga kerahasiaan terjaga. Pada saat berpegangan tangan dibalik kain sarung itulah negosiasi terjadi dimana biasanya pedagang sapi sudah mengerti dan mempunyai kode kode tersendiri untuk menunjukkan bilangan harga penawaran maupun harga permintaan melalui remasan jari jemari mereka. Proses berpegangan tangan ini bisa terjadi beberapa kali sampai terjadi kesepakatan atau ketidak sepakatan harga.
Demikianlah budaya dagang sapi orang Minang yang sesungguhnya berbudaya dan beretika tinggi walau kepada sapi sekalipun tapi begitu ditangan para politisi menjadi berkonotasi negatif hee hee kasian sapinya.
Sekarang konotasi ini menjangkit di banyak desa di banyak pula daerah, modusnya antara lain:
1. Janji akan jabatan tertentu di desa, bila menang atau jadi.
2. Janji diberi peluang bisnis, bila menang atau jadi.
3. Janji diberi bantuan program atau proyek tertentu, bila menang atau jadi.
4. Dan lain-lain (saya yakin anda bisa menyebutkan sendiri tambahannya).
Maka para pihak yang terlibat "dagang sapi" selalu berusaha maksimal dalam memenuhi transaksinya. Tidak jarang meraka berani melakukan perbuatan melawan hukum atau dengan kata lain menghalalkan segala cara.
Nah, sekarang silakan cermati, di desa anda adalah praktik politik dagang sapi ?
Terimakasih.
Semoga barokah.
Aamiin...